AnalisaHukum.com, Jakarta – Proses Pemeriksaan Saksi dalam tingkat penyelidikan dan/atau penyidikan merupakan bagian penting untuk mengungkap suatu peristiwa tindak pidana. Status seseorang sebagai saksi setelah memberikan keterangan dapat berubah menjadi tersangka jika didukung dua alat bukti.
Pada tahap penyelidikan dan/atau penyidikan saat pemeriksaan saksi tidak didampingi oleh Penasihat Hukum, sehingga saksi yang sendiri dalam ruang pemeriksaan rentan dan berpotensi mendapat intimidasi, pertanyaan yang menjebak, ancaman, penganiayaan dan lain sebagainya serta dipaksa untuk mengaku suatu tindak pidana. Salah satunya seperti kasus penganiayaan yang dialami oleh Saksi Sarpan yang dilakukan oleh Oknum Polisi.
“Polda Sumut mengakui tindakan tidak profesional oleh personel Polsek Percut Sei Tuan, Medan dalam menangani tindak pidana pembunuhan, yang berujung pada penganiayaan terhadap Sarpan,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Sumut,[1] Adapun tentang motif penganiayaan terhadap Sarpan, para pelaku menuding tukang bangunan itu (Sarpan) berbelit-belit saat memberikan keterangan terkait kasus pembunuhan.
Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum Polisi terhadap saksi saat memberikan keterangan di Kepolisian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi merupakan bentuk pelanggaran Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 pada 28 September 1998.[2]
Segelumit persoalan saksi yang rentan tadi bersumber dari salahsatunya karena saksi tidak didampingi oleh Penasihat Hukum pilihannya atau keluarga saat pemeriksaan keterangan.
Aparat Penegak Hukum (APH) yang melakukan pemeriksaan saksi menolak ketika ada pendampingan Penasihat Hukum dengan alasan tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aparat Penegak Hukum yang melarang saksi didampingi penasehat hukum tanpa dasar hukum yang jelas dan merupakan perlakuan yang tidak adil telah bertentangan dengan Asas Legalitas dan Asas aquality before the law.
Dalam konteks ini Aparat Penegak Hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum ketika menolak saksi didampingi penasehat hukum karena melanggar Hak saksi yang sah secara hukum memberikan kuasa untuk didampingi penasehat hukum sebagaimana diatur Pasal 1792 KUHperdata[3] dan hak warga negara untuk diperlakukan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Data kekerasan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat kepolisian RI sebagai institusi pemerintah yang paling banyak diadukan selama tahun 2019. Dari 744 pengaduan, Komnas HAM mengkategorikan empat kasus Polri yang dilaporkan yakni proses hukum tidak sesuai prosedur 46,8 persen, lambannya penanganan kasus 22,3 persen, kriminalisasi 8,9 persen, dan kekerasan dan penyiksaan 4 persen. Data KontraS sepanjang juni 2018 hingga mei 2019 menemukan 643 kekerasan yang dilakukan oleh Polri baik di tingkat polsek hingga polda.[4] 643 peristiwa kekerasan oleh kepolisian seperti penangkapan sewenang-wenang yang mengakibatkan korban luka dan tewas, Sementara YLBHI mencatat pada 2019 terdapat 1.847 korban dari 160 kasus mendapatkan pelanggaran fair trial. Aparat kepolisian merupakan aktor paling dominan dalam kasus kejahatan pelanggaran fair trial tersebut yakni sekitar 57%.[5]
Saksi memiliki hak untuk didampingi Penasihat Hukum
Guna menghindari kasus intimidasi, pertanyaan yang menjebak, kekerasan fisik terhadap saksi saat proses pemeriksaan oleh Aparat Penegak Hukum. Maka solusinya saksi didampingi oleh Penasihat Hukum setiap kali ada pemeriksaan oleh Aparat Penegak Hukum.
Pemberi Bantuan Hukum yang telah sah secara hukum mendapatkan kuasa untuk mendampingi dari Penerima Bantuan Hukum sebagai saksi. Maka Pemberi Bantuan Hukum dalam menjalankan bantuan hukum tidak boleh dihalang-halangi Aparat Penegak Hukum, karena ruang lingkup Bantuan Hukum sudah dijamin oleh Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Pasal 4 ayat (3) yang berbunyi:[6]
Pasal 4
(3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.
Jadi Peran Advokat/ Pemberi Bantuan Hukum selaku Penasihat Hukum sangat vital untuk memastikan agar tidak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Advokat/ Pemberi Bantuan Hukum selaku penasihat hukum dapat mencatat dan melaporkan apabila ada pelanggaran hukum dan kode etik yang dilakukan Aparat Penegak Hukum saat proses pemeriksaan saksi.
Sudah cukup kasus intimidasi, pertanyaan yang menjebak, kekerasan fisik terhadap saksi yang harus segera dilakukan perbaikan dengan adanya keseriusan dari Aparat Penegak Hukum, Pemerintah, Legislatif, Yudikatif dan Masyarakat sipil untuk menjamin dan memberikan hak saksi didampingi Penasihat Hukum sebagai wujud perlindungan Hak Asasi Manusia.
Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait Pemanggilan Saksi/ Tersangka, Laporan atas Dugaan Tindak Pidana dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: halo@analisahukum.com serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.
[1]https://nasional.tempo.co/read/1365353/polda-sumatera-utara-akui-polisi-siksa-saksi-pembunuhan-di-medan
[2]https://icjr.or.id/konvensi-anti-penyiksaan/
[3]https://analisahukum.com/keabsahan-surat-kuasa-yang-dibuat-di-luar-negeri/
[4]https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190701183351-20-408051/kontras-temukan-643-kasus-kekerasan-oleh-polisi
[5]https://ylbhi.or.id/informasi/siaran-pers/kepolisian-ri-menegakkan-hukum-dengan-melanggar-hukum-dan-ham-serta-mengancam-demokrasi/
[6]Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 4 ayat (3).
2 Komentar. Leave new
menarik.
semoga dengan membaca artikel hak saksi didampingi penasihat hukum ini menjadi bermanfaat untuk kita semua. terima kasih