Cara Menghitung Daluwarsa Penuntutan Pidana Kasus Obligor BLBI

Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay

AnalisaHukum.com – Pemerintah saat ini sedang gencar menagih utang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sekitar Rp 110 Triliun. Pemerintah secara simbolis melakukan pengambilalihan dan penguasaan aset-aset sebagai penggantian dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Jumat (27/08). Penguasaan fisik melalui pemasangan plang pengamanan terhadap 49 bidang tanah seluas 5.291.200 m2 yang berlokasi di Medan, Pekanbaru, Tangerang, dan Bogor

Mahfud MD selaku Menkopolhukam telah berbicara dengan penegak hukum baik KPK, Kapolri dan Jaksa Agung untuk memberikan ultimatum kepada para Obligor atau Debitur untuk koperatirf, jika mangkir dan tidak mengakui. Maka utang ini akan diproses secara pidana. Mahfud MD berpendapat “Jika mangkir maka obligor sudah memenuhi unsur pidana korupsi, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi, merugikan keuangan negara, dan dilakukan dengan melanggar hukum. Tidak kooperatif dan mangkir dimaknai sebagai melanggar hukum”.

Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan skandal yang terjadi sejak tahun 1998, namun belum juga selesai hinggat saat ini. Akhirnya terdapat berbagai pendapat di masyarakat mengenai upaya untuk menuntut pidana akan terbentur dengan jangka waktu mengajukan tuntutan itu sudah kadaluarsa atau tidak.

Apakah para obligor ini tidak dapat dituntut pidana dengan alasan daluwarsa ?

Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa diatur dalam pasal 78 ayat (1) yang berbunyi:[1]

Pasal 78

  • Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
  • Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah dua tahun;
  • Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
  • Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahunl
  • Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

Menurut Mudzakir, pakar hukum acara pidana UII Yogyakarta, dalam menerapkan Pasal 78 KUHP ini ada dua teori untuk menghitung daluwarsa. Pertama, tindak pidana yang mudah diketahui publik (terbuka). Seperti membunuh, membakar rumah. Maka kedaluwarsa dihitung dari perbuatan yang terjadi saat itu. Sedangkan penghitungan kedaluwarsa yang kedua, untuk tindak pidana tersembunyi (terselubung). Maka, penghitungan sejak diketahui tindak pidana terungkap. Sejak itulah dihitung kedaluwarsa.

Melihat komentar Mahfud MD yang mengindikasikan kalau kasus BLBI jika para obligor mangkir, maka dapat memenuhi unsur pidana korupsi. Oleh karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan dilakukan secara terselubung. Maka melihat daluwarsa kasus korupsi ini dihitung sejak terungkap oleh aparat penegak hukum bukan saat peristiwa tindak pidana itu dilakukan. Misalnya jika kasus A baru terungkap melakukanan tindak pidana korupsi tahun 2005, maka daluwarsa penuntutan itu selama 18 tahun yang akan terjadi pada 2023.

Hal ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 545 K/Pid.Sus/2013, Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Artidjo Alkostar, SH., LLM menyatakan bahwa hakim pada putusan sebelumya yang menyatakan bahwa tindakan Miranda tidak daluwarsa telah benar menerapkan hukumnya. Hal tersebut didasari Article 29 United Nations Conventions Againts Corruption 2003 yang telah diratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption, 2003 (“UU 7/2006”).[2]

Jika perbuatan tindak pidana korupsi dihitung daluwarsa sejak tindak pidana dilakukan, akan membuat orang yang melakukan tindak pidana korupsi tidak bisa dihukum akibat sudah melarikan diri dan/atau menghilangkan barang bukti dan muncul kembali setelah 18 tahun demi menunggu daluwarsa penuntutan.

Tantangan lainnya aparat penegak hukum akan kesulitan mengungkap saat atau setelah tindak pidana korupsi itu dilakukan, dikarenakan ciri khas tindak pidana korupsi itu dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dengan cara terselubung dan sistematis.

Disisi lain daluwarsa penuntutan pidana yang terhitung sejak kasus diungkap oleh aparat penegak hukum akan memberikan suatu kepastian hukum bagi seseorang untuk mengetahui daluwarsanya penuntutan. Seseorang yang pernah diperiksa oleh aparat penegak hukum tidak dapat lagi dituntut pidana karena penuntutan pidana sudah daluwarsa.

Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: halo@analisahukum.com serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.


[1] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 78;

[2] https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58e921c313b7b/daluwarsa-penuntutan-dalam-tindak-pidana-korupsi/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu