Perempuan Berhak Warisan Dengan Bagian (Porsi) Yang Sama Dengan Laki-Laki

Gambar oleh Satya Tiwari dari Pixabay

AnalisaHukum.com – Apakah perempuan berhak warisan dengan bagian (porsi) yang sama dengan laki-laki ?

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata, saat ini pengaturan mengenai waris masih berbeda-beda bagi berbagai golongan penduduk indonesia antara lain golongan keturunan eropa (barat), golongan penduduk asli, golongan keturunan tionghoa dan golongan timur asing bukan tionghoa.

Adapun aturan hukum yang berbeda-beda yang mengatur hukum waris yakni hukum waris adat, hukum waris islam sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islan dan hukum waris barat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Dalam perkembangan penerapan hukum oleh Hakim dalam berbagai putusan pengadilan memberikan perlindungan terhadap perempuan agar tidak mengalami diskriminasi dan memiliki hak warisan dengan bagian yang sama dengan laki-laki, hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 17 yang berbunyi:[1]

Pasal 17

Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.  

Adapun Mahkamah Agung telah mengeluarkan beberapa putusan yang mempertimbangkan hak laki-laki dan perempuan dalam pembagian warisan dengan bagian (porsi) yang adil sebagai berikut:

Melalui Putusan Nomor 179 K/SIP/1961 tanggal 23 Oktober 1961 dalam perkara Langtewas dkk melawan Benih Ginting terkait dengan sengketa kewarisan dalam adat Karo yang sangat kuat menganut paham patrilineal (garis keturunan Ayah), Mahkamah Agung menyatakan bahwa:

Mahkamah Agung atas rasa peri kemanusiaan dan keadilan umum serta atas hakikat persamaan hak antara wanita dan priamenganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, jadi juga di TanahKaro bahwa seorang anak perempuan harus dianggap sebagai ahli waris dan berhakmenerima bagian dari harta warisan orang tuanya.

Pertimbangan hukum yang senada dijumpai puladalam putusan Mahkamah Agung dalam perkara sengketa kewarisan dalam hukum adat Batak Mandailing yang juga menganut paham patrilinialisme. Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 415 K/SIP/1970 tanggal 16 Juni 1971 dalam perkara Usman dkk melawan Marah Iman Nasution dkk menyatakan bahwa:

Hukum Adat di daerah Tapanuli kini telah berkembang ke arah pemberian hak yang sama kepada anak perempuan danlaki-laki;

Dalam perkara lain menyangkut kewarisan yangberlaku pada hukum adat yang secara tegas juga menganut paham patrilineal,yaitu Bali, dalam Putusan Nomor 4766 K/Pdt/1998 tanggal 16 November 1999,Mahkamah Agung kembali menggariskan kaidah hukum bahwa:

Perempuan di Bali berhak atas harta peninggalan dari pewaris walaupun sistem pewarisan di Bali sendiri menganut system pewarisan mayorat laki-laki.

Putusan Mahkamah Agung terkait hak yang sama antara laki-laki dan perempuan di atas kemudian secara konsisten diterapkan dalam berbagai putusan Mahkamah Agung berikutnya yaitu putusan Nomor 1048K/Pdt/2012 tanggal 26 September 2012. Perkara ini terkait pembagian waris adat Rote Ndao Nusa Tenggara Timur. Putusan ini kemudian dimasukan ke dalam salah satu putusan penting (landmark decision) Mahkamah Agung di Laporan TahunanTahun 2012. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan:

Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut di atas, dapat dibenarkan, Judex Facti/Pengadilan Tinggi Kupang yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Rote Ndao salah dalam menerapkan hukum karena pertimbangan Pengadilan Tinggi Kupang tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu Pasal 17 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 179 K/Sip/1961 tanggal 11 November 1961 yang menyatakan bahwa hak waris perempuan disamakan dengan laki- laki. Artinya, hukum adat yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat, seperti hukum adat yang tidak mengakui hak perempuan setara dengan kedudukan laki-laki, tidak dapat lagi dipertahankan;

Penyetaraan hak waris perempuan kembali diputuskan Mahkamah Agung pada tahun 147 K/Pdt/2017 tanggal 18 April 2017. Dalam perkara ini Mahkamah Agung memutus perkara waris terkait adat Tionghoa. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan:

Bahwa dalam rangka kesetaraan gender, hak wanita dan pria adalah sama dalam hukum, maka adil dan patut harta benda sipeninggal waris harus dibagi sama oleh ahli waris tanpa membedakan pria dan wanita terlebih lagi hukum adat Tionghoa yang tidak tertulis dan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman;

Bahwa adalah tidak adil memposisikan anak laki-laki tertua sebagai satu-satunya penerima warisan orang tuanya terhadap harta benda tetap, sementara anak perempuan hanya mendapat perhiasan;

Sikap serupa kembali diputus Mahkamah Agungpada tanggal 19 Juni 2017 yaitu dalam putusan No. 573 K/Pdt/2017 terkait pembagian waris dalam adat Batak dan putusan No.1130 K/Pdt/2017 tanggal 10 Juli2017 terkait pembagian waris dalam adat Manggarai Nusa Tenggara Timur.

Pandangan hukum yang berpihak pada kesetaraan dan keadilan gender sebagaimana termuat di dalam berbagai putusan di atas kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung melalui fungsi pengaturan atau legislasi dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum pada tanggal 4 Agustus 2017.

Mahkamah Agung menerbitkan Yurisprudensi dengan Nomor Katalog 3/Yur/Pdt/2018 dengan kaidah hukum:[2]

Atas dasar persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, perempuan mempunyai hak atas warisan orang tuanya atau suaminya sehingga mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan dan mendapatkan warisan dengan bagian (porsi) yangsama dengan laki-laki.

Jadi perempuan memiliki hak warisan dengan bagian (porsi) yang sama dengan laki-laki demi tercapainya keadilan. Jika anda sebagai perempuan mengalami diskiriminasidalam pembagian harta warisan, maka anda dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan dan mendapatkan warisan dengan bagian (porsi) yangsama dengan laki-laki.

Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait warisan, hibah, wasiat dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0811-1501-235 atau email: halo@analisahukum.com serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.


[1] Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Psl 17;

[2] Yurisprudensi Nomor 3/Yur/Pdt/2018

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu