Penulis : Zikrina Istigfarah, S.H.
Editor : Eti Oktaviani, S.H.
Pertanyaan: Apa langkah hukum yang bisa ditempuh jika seseorang tidak membayara hutang meskipun sudah ada perjanjian tertulis ?
Analisahukum.com – Hutang piutang pada dasarnya merupakan suatu bentuk perbuatan hukum berupa perikatan antara Kreditur dan Debitur untuk melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama. Kegiatan ini cukup lumrah dilakukan dalam masyarakat, baik dilakukan secara lisan maupun tertulis. Meski begitu tak jarang ditemukan suatu kondisi dimana terjadi kelalaian pelaksanaan tanggung jawab sesuai apa yang diperjanjikan, seperti tidak membayar hutang. Oleh sebab itu, artikel ini akan membantu memahami mengenai langkah hukum yang dapat ditempuh apabila berhadapan dengan Kreditur yang tidak membayar hutang meskipun telah ada perjanjian tertulis
Apakah melakukan hutang-piutang harus menggunakan perjanjian tertulis?
Pasal 1320 KUH Perdata mengatur mengenai syarat sah dari suatu perjanjian yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- Suatu pokok persoalan tertentu
- Suatu sebab yang halal
Berdasarkan syarat sahnya suatu perjanjian di atas tidak disebutkan adanya hal yang mewajibkan pelaksanaan suatu perjanjian harus dalam bentuk tertulis. Artinya baik dilakukan secara lisan perjanjian akan tetap sah. Selain itu, Hukum Perdata Indonesia mengakui Asas Konsensualisme, yaitu suatu perjanjian dianggap sah dan mengikat sejak terjadinya kesepakatan antara para pihak. Sehingga baik dilakukan secara lisan maupun tertulis selama ada mencapai kesepakatan setiap perjanjian akan berlaku sah.
Maka dapat dipahami bahwa tidak ada keharusan menggunakan perjanjian tertulis dalam melakukan kegiatan hutang-piutang. Namun, dalam pandangannya sebagai alat bukti persidangan, perjanjian tertulis akan dapat menjadi bukti yang dapat membantu menguatkan pembuktian dalam proses hukum, apabila dikemudian hari timbul sengketa atas perjanjian hutang-piutang.
Bagaimanakah kewajiban membayar hutang menurut hukum?
Adapun akibat hukum dari dipenuhinya syarat sah perjanjian bahwa setiap perjanjian yang dibuat akan berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
“Semua persetujuan yang dibuat dengan undang-undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”
Asas itikad baik ( good faith) yang disebutkan berarti bahwa para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian harus melaksanakan hak dan kewajibannya dengan sikap jujur dan saling menghormati untuk tidak merugikan masing-masing pihak. Asas ini tentunya juga berlaku dalam penerapannya terhadap pelaksanaan perjanjian hutang piutang, dimana Debitur memiliki kewajiban untuk membayar sejumlah hutang sesuai dengan durasi yang telah disepakati dalam perjanjian.
Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan bila pihak debitur enggan membayar hutang yang dilakukan dengan perjanjian tertulis?
Perbuatan dimana Debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang dapat disebut sebagai perbuatan ingkar janji atau wanprestasi. Adapun beberapa bentuk dari perbuatan wanprestasi yaitu:
- Tidak membayar hutang sama sekali.
- Membayar sebagian hutang namun melunasi sepenuhnya.
- Melakukan suatu perbuatan yang telah dilarang dalam perjanjian.
Dalam hal Kreditur telah melakukan tidak membayar hutang atau wanprestasi maka terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu:
1) Somasi
Mengirimkan somasi atau teguran sebagai bentuk peringatan dari pihak Debitur kepada Kreditur untuk dapat melaksanakan kewajibannya membayar hutangnya dalam jangka waktu yang disebutkan dalam surat teguran. Langkah somasi merupakan hal yang penting karena menjadi pembuktian dasar bahwa Debitur telah lalai.
2) Gugatan Perdata
Apabila somasi tidak diindahkan pelaksanaannya oleh Kreditur maka Debitur dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Pihak Kreditur dapat menuntut atas pembayaran pokok hutang dan Ganti kerugian yang timbul karena tidak melaksanakan perjanjian. Dengan turut menyertakan perjanjian tertulis sebagai alat bukti.
Namun, jika terdapat indikasi dimana pihak Kreditur sedari awal melakukan tipu daya untuk memperoleh uang dari Debitur dan memang tidak beritikad baik untuk membayar hutangnya. Maka tindakan tersebut dapat dilaporkan sebagai dugaan tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP yaitu
“tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak”
Perlu diketahui bahwa terdapat larangan menjatuhkan pidana penjara kepada seseorang karena tidak mampu melunasi hutang. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban atas suatu perjanjian hutang-piutang.”
Sehingga, rangkaian peristiwa saat debitur menyerahkan sejumlah dana/suatu barang tertentu kepada kreditur harus dianalisis secara mendalam. Untuk menentukan, apakah tindakan tersebut merupakan suatu tindak pidana atau tindakan keperdataan seseorang yang tidak bisa dilaporkan secara pidana.
Dasar Hukum:
- Pasal 378 KUHP
- Pasal 1234 KUHPerdata
- Pasal 1243 KUHPerdata
- Pasal 1320 KUHPerdata
- Pasal 1333 KUHPerdata
- Pasal 1338 KUHPerdata
Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait gugatan perdata dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0813-4000-2034 atau email: halo@analisahukum.com serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.