Isteri Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dapat Mengajukan Gugatan Cerai Meskipun Belum Berpisah Tempat Tinggal 6 Bulan

Penulis : Muhammad Indra Muhtar

Editor  : Eti Oktaviani, S.H.

Pertanyaan: Apakah Istri dapat mengajukan gugatan cerai dengan alasan pertengkaran terus- menerus meski belum berpisah selama 6 (enam) bulan?

Analisahukum.com – Adapun isteri dapat menggugat cerai suami dengan alasan yang diperbolehkan oleh hukum. Hal ini berdasarkan Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, alasan perselisihan dan pertengkaran yang berlangsung secara terus-menerus serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diakui sebagai salah satu dasar sah untuk mengajukan gugatan perceraian. Pertengkaran yang dimaksud bukanlah konflik biasa dalam rumah tangga, melainkan konflik yang terjadi secara berlarut-larut dan tidak terselesaikan, hingga menimbulkan ketegangan permanen dalam hubungan suami istri. Oleh karena itu, jika isteri dapat membuktikan bahwa pertengkaran tersebut telah menghilangkan esensi kebersamaan dan keharmonisan rumah tangga, maka gugatan cerai dapat diterima oleh pengadilan.

Bagaimana Jika Pihak Yang Bersangkutan Beragama Islam?

Apabila pihak yang bersangkutan beragama Islam, maka pengajuan perceraian dilakukan di Pengadilan Agama dan merujuk pada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam hal ini, Pasal 116 huruf f KHI menegaskan bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus-menerus dapat menjadi alasan sah untuk mengakhiri perkawinan. Namun, sebagaimana diatur dalam Pasal 134 KHI, pengadilan akan terlebih dahulu mendalami penyebab pertengkaran tersebut dengan mendengarkan keterangan dari pihak keluarga atau orang-orang terdekat pasangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian hakim untuk memastikan bahwa perceraian benar-benar merupakan jalan terakhir setelah tidak ada lagi kemungkinan perdamaian. Dengan demikian, baik dalam UU Perkawinan maupun KHI, hukum memberi ruang bagi isteri untuk mengakhiri ikatan perkawinan secara sah jika pertengkaran rumah tangga telah mencapai titik di mana rekonsiliasi tidak lagi mungkin.

Lebih lanjut, terdapat ⁠Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, pada halaman 6 mengenai rumusan Hukum Kamar Agama pada bagian angka 1 Hukum Perkawinan huruf b angka 2),  ‘’perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan’’.

Kemudian hal tersebut diperbaiki dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, bahwa menyempurnakan rumusan hukum Kamar Agama angka 1 huruf b poin 2 dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2022, yaitu “Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan”, sehingga berbunyi sebagai berikut: “Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT.”

Kesimpulan

Dalam sistem hukum perkawinan Indonesia, baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam, isteri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suami apabila terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus dalam rumah tangga. Pertengkaran yang dimaksud bukan sekadar konflik biasa, melainkan konflik yang bersifat berlarut-larut, tidak terselesaikan, dan menghilangkan esensi keharmonisan serta kebersamaan sebagai suami isteri. Apabila kondisi ini terbukti telah mengikis ikatan emosional dan moral dalam rumah tangga, maka perceraian dapat dinyatakan sah secara hukum. Bagi pasangan yang beragama Islam, penyelesaian perceraian dilakukan di Pengadilan Agama dan tunduk pada ketentuan dalam KHI, khususnya Pasal 116.

Dalam prosesnya, hakim wajib mendalami latar belakang pertengkaran dengan mendengarkan keterangan para pihak dan pihak keluarga untuk memastikan bahwa perceraian bukan merupakan tindakan tergesa-gesa, melainkan pilihan terakhir yang tidak terelakkan. Dengan kata lain, hukum Islam memberikan ruang dan pertimbangan moral serta sosial sebelum suatu ikatan perkawinan diputuskan berakhir oleh pengadilan.

Melalui SEMA Nomor 3 Tahun 2023 yang menyempurnakan SEMA Nomor 1 Tahun 2022, Mahkamah Agung menegaskan bahwa gugatan cerai berdasarkan alasan pertengkaran yang terus-menerus hanya dapat dikabulkan jika terdapat bukti konkret bahwa pertengkaran telah berlangsung secara berkelanjutan, tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun, dan telah terjadi pemisahan tempat tinggal paling singkat selama enam bulan. Namun, pengecualian diberikan apabila terbukti adanya kekerasan dalam rumah tangga, yang dalam hal ini tidak mewajibkan syarat waktu pisah ranjang/tempat tinggal selama minimal 6 bulan. Ketentuan ini mencerminkan kehati-hatian dan keadilan dalam penanganan perkara perceraian agar keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan perlindungan hukum terhadap pihak yang rentan, serta menjaga ketertiban dan moralitas baik pihak laki-laki maupun perempuan.

Dasar Hukum:

  • Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
  • Pasal 38 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
  • Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam;
  • Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam;
  • SEMA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan;
  • SEMA Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan;

Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait perjanjian dan/atau ingin mendapatkan analisa hukum terkait persoalan hukum yang anda hadapi, segera hubungi kami NET Attorney di kontak Whatsapp 0813-4000-2034 atau email: halo@analisahukum.com serta follow akun instagram @netattorney untuk mendapatkan informasi menarik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu